Jurnal Proses Penuaan Pdf 69
CLICK HERE === https://tinurll.com/2t1JGX
Benih kakao termasuk benih rekalsitran yang mempunyai sifat mengalami penuaan dan kemunduran benih selama penyimpanan, viabilitas benih menurun apabila diturunkan kadar airnya (12-31%) dan tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembaban rendah. Untuk pengadaan benih berkualitas perlu dikuasai teknologi penyimpanan benih secara tepat. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan teknik pengemasan yang tepat dalam mempertahankan viabilitas benih kakao (Theobroma cacao. L) selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai Juni 2018, di Laboratorium Dasar Universitas Batanghari. Rancangan yang digunakan adalah rancangan lingkungan Acak Lengkap dengan perlakuan kemasan kardus dengan beberapa lubang ventilasi yaitu : P0= kardus tanpa ventilasi, P1= kardus ventilasi 2%, P2= kardus ventilasi 4%, P3= kardus ventilasi 6 % dan P4= kardus ventilasi 8%. Peubah yang diamati adalah: Kadar air benih, persentase benih yang berkecambah dalam penyimpanan, persentase daya kecambah setelah penyimpanan, kecepatan berkecambah setelah penyimpanan, persentase benih berjamur dalam penyimpanan dan identifikasi jamur. Untuk melihat pengaruh perlakuan, dilakukan uji F pada taraf 5%, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf ? 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ventilasi pengemasan berpengaruh terhadap peubah persentase benih berjamur dan berkecambah dalam penyimpanan serta viabilitas dan vigor benih. Pada perlakuan antar ventilasi, tidak menunjukkan adanya perbedaan, akan tetapi secara ekonomis dianjurkan penggunaan ventilasi sebesar 8%. Sampai penyimpanan pada hari ke-12 perlakuan ventilasi kemasan dapat menahan serangan jamur 17,19% dibandingkan kontrol. Jumlah ventilasi tidak menunjukkan mampu menahan viabilitas dan vigor setelah penyimpanan. Jamur yang teridentifikasi dalam penyimpanan benih adalah Fusarium spp. dan Aspergillus spp.
Glukosa darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Seiring dengan proses penuaan semakin banyak orang lanjut usia (lansia) yang berisiko terhadap terjadinya diabetes melitus. Diabetes melitus pada lansia umunya bersifat asimptomatik, walaupun ada gejala seringkali berupa gejala yang tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional. Hal tersebut menyebabkan diagnosis diabetes melitus pada lansia terlambat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada pasien lanjut usia dipukesmas Air Manjuto Kabupaten Mukomuko tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitian yang bersifat analitik dengan desain Cross Sectional dengan menggunakan data sekunder yang akan dianalisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien terbanyak lansia berjenis kelamin perempuan dengan nilai kadar glukosa darah yang normal sebesar 82,9%. Berdasarkan usia, pasien terbanyak berusia 60-69 tahun dengan nilai kadar glukosa darah yang normal sebesar 74,4%.Berdasarkan Indeks Massa Tubuh, pasien terbanyak memiliki indeks massa tubuh normal dengan nilai total kadar glukosa darah yang normal sebesar 74,2%.
Hubungan aktivitas fisik lansia dengan kepadatan tulang di Poskeskel Rengas Pulau Marelan Medan Tahun 2014. Proporsi penduduk lansia Indonesia tahun 2000 adalah 7,18%, tahun 2010 meningkatkan sekitar 9,7%, sedangkan tahun 2020 diperkirakan meningkatkan sekitar 11,34% (BKKBN, 2012). Proses penuaan tidak dapat dihentikan, namun dapat diperlambat. Transisi demografi kearah menua tidak dapat dihentikan, namun dapat diperlambat. Transisi demografi kearah menua akan diikuti oleh transisi epidemiologi kearah penyakit degeneratif yang salah satunya adalah osteoporosis. Prevalensi osteoporosis di Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung dan Medan penderita osteoporosis sudah mencapai 30% (Hans, 2009). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang lansia.
Dewasa ini anggota tubuh manusia ternyata dapat diasuransikan daririsiko kerusakan yang diakibatkan proses penuaan atau kecelakaan dalam kerja.Anggota tubuh manusia seperti wajah, hidung, lidah, pita suara, paha, payudara,pantat, atau anggota tubuh manusia lain bagi kalangan artis, atlit, atau pemusik merupakan hal yang perlu dijaga, dirawat, dan dipelihara demi penampilan dalam pertunjukan atau berlaga. Beberapa perusahaan asuransi di Indonesia mulai menawarkan asuransi anggota tubuh manusia ini dengan premi yang termahal. Untuk itu perlu ditelaah keberadaannya asuransi anggota tubuh manusia berdasarkan asas indemnitas dalam peraturan perundang-undangan perasuransian di Indonesia. Demikian pula menelaah nilai uang pertanggungan dan ganti rugi yang diberikan kepada tertanggung dalam asuransi tubuh manusia tersebut. Peraturan perundang-undangan perasuransian di Indonesia belum mengatur secara eksplisit aturan perjanjian asuransi bagian tubuh manusia. Keberadaan perjanjian asuransi bagian tubuh manusia ini selain merujuk pada asas kebebasan berkontrak, juga merujuk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi. Berkenaan dengan nilai uang pertanggungan dan ganti rugi asuransi bagian tubuh manusia jika dikaitkan dengan asas indemnitas, maka hal itu tidak dpaat diterapkan atau ada kesulitan dalam menerapkan asas indemnitas dalam menentukan nilai uang pertanggungan dan ganti ruginya.
Kesimpulan: Stres oksidatif pada obesitas menyebabkan kerusakan sel yang memegang peranan penting dalam pathogenesis penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dan proses penuaan
Pada umumnya usia lanjut akan mengalami keterbatasan, hingga kualitas hidup usia lanjut mengalami penurunan. Keterbatasan lansia yaitu keterbatasan fungsional, kelemahan ketidakmampuan serta keterhambatan yang akan dialami bersama dengan proses kemunduran akibat proses penuaan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia di Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur < 58 tahun atau lebih di Puskesmas Babakan Sari sebanyak 5180 orang. Hasil penelitian menunjukan jenis kelamin sebagian besar (50,7%) yaitu 35 responden berjenis kelamin perempuan. Kemudian berdasarkan usia responden tidak terbagi rata, sebagian besar responden (47,8%) yaitu 33 responden beusia 58-69 tahun. Selanjutnya berdasarkan pendidikan sebagian besar responden (34,8%) yaitu 24 responden SD. Terdapat hubungan antara umur dengan kualitas hidup lansia dengan hasil uji statistik nilai p-value (0,023) < 0,05. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan hasil uji statistik nilai p-value (0,437) < 0,05, pendidikan dengan hasil uji statistik nilai p-value (0,371) < 0,05 dengan kualitas hidup lansia. Dari hasil analisis diperoleh bahwa dari 3 faktor, ada 1 faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia di Puskesmas Babakan Sari, yaitu usia. Dan 2 faktor yang tidak berhubungan yaitu Jenis Kelamin dan Pendidikan. Disarankan penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi sehingga tenaga kesehatan lebih peka terhadap kualitas hidup yang memasuki lanjut usia dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. 2b1af7f3a8